Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia
 021-3104516       secretariat@perdami.or.id

Meningkatnya Kasus Glaukoma di Usia Muda: Sebuah Perhatian Serius



Meningkatnya Kasus Glaukoma di Usia Muda: Sebuah Perhatian Serius

Jakarta, 2025 — Glaukoma, yang sering dianggap penyakit mata lansia, kini semakin banyak dijumpai pada usia muda di Indonesia. Beberapa penelitian lokal dan laporan kesehatan menunjukkan tren peningkatan kasus glaukoma dalam rentang usia yang sebelumnya tidak terlalu dianggap berisiko, seperti di bawah 40 tahun. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan dokter spesialis mata dan masyarakat agar deteksi dini diperluas dan kesadaran ditingkatkan.

 

Apa Itu Glaukoma dan Mengapa Usia Muda Terdampak

Glaukoma adalah penyakit mata yang merusak saraf optik, biasanya akibat tekanan intraokular tinggi. Kerusakan ini dapat berlangsung secara perlahan dengan gejala yang minim pada awalnya, sehingga disebut "si pencuri penglihatan". Jika tidak ditangani, glaukoma dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen atau kebutaan.

Meski glaukoma lebih sering muncul setelah usia 40 tahun, jenis?jenis seperti glaukoma juvenil sudah mulai muncul di usia lebih muda, antara 4 hingga 35 tahun, dalam beberapa studi. Faktor risiko pada usia muda meliputi miopia derajat tinggi, riwayat keluarga glaukoma, kondisi sistemik seperti diabetes, penggunaan obat tertentu (misalnya steroid), serta anatomi mata yang mempermudah meningkatnya tekanan bola mata.

 

Data dan Tren Kasus di Indonesia

Beberapa studi dan data menunjukkan bukti bahwa glaukoma pada usia muda bukan lagi hal langka:

  • Penelitian “Profil Pasien Glaukoma Juvenil di Poliklinik Mata RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017-2020” menemukan bahwa ada sejumlah pasien muda (usia hingga 35 tahun) yang terdiagnosis glaukoma juvenil. Seringkali kasus terdiagnosis setelah gejala sudah mulai muncul. (Data dari RS Dr. M. Djamil, Padang)
  • Studi tentang “Perbedaan TIO (Tekanan Intraokular) penderita Miopia usia dewasa muda dan tua” menunjukkan bahwa pada kelompok usia 20-40 tahun dengan miopia, terdapat perbedaan tekanan intraokular dibandingkan usia yang lebih tua. Meski rata-rata TIO masih dalam batas normal, derajat miopia yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan tekanan intraokular, yang menjadi faktor risiko glaukoma.
  • Berdasarkan data dari aplikasi rumah sakit (SIRS online) dan laporan kunjungan rawat jalan, jumlah pasien glaukoma usia lebih muda (rentang 24-44 tahun) menunjukkan angka kunjungan yang cukup besar dibandingkan kelompok usia lebih tua dalam beberapa tahun terakhir.
  • Penelitian “Tren Kasus dan Pembiayaan Glaukoma Tahun 2015-2023 Berdasarkan Data Jaminan Kesehatan Nasional” menunjukkan bahwa klaim kasus glaukoma meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, seiring dengan meningkatnya kesadaran dan akses pelayanan medis.

 

Tantangan: Deteksi Dini dan Kurangnya Gejala

Salah satu masalah utama dalam menangani glaukoma di usia muda adalah kurangnya gejala yang jelas pada awal penyakit. Banyak pasien muda tidak menyadari ada sesuatu yang salah karena penglihatan mereka masih cukup baik untuk aktivitas harian. Ketika gejala muncul — seperti penglihatan pinggir (periferal) yang menyempit atau penglihatan kabur — kerusakan saraf optik sudah mungkin cukup parah.

Deteksi biasanya membutuhkan profesional mata melakukan pemeriksaan tekanan intraokular, pemeriksaan sudut bilik mata, evaluasi lapang pandang, dan pemeriksaan saraf optik. Namun, akses ke layanan tersebut tidak merata, terutama di daerah terpencil atau bagi mereka yang belum rutin memeriksakan mata.

 

Implikasi dan Solusi yang Diperlukan

Jika tren ini terus berlanjut, semakin banyak orang muda akan terkena dampak glaukoma — bukan hanya kehilangan penglihatan, tetapi juga kerugian produktivitas dan biaya pengobatan yang signifikan.

Beberapa langkah yang disarankan:

  1. Peningkatan edukasi publik agar masyarakat muda memahami risiko glaukoma, terutama jika memiliki faktor risiko seperti miopia tinggi atau riwayat keluarga.
  2. Skrining mata rutin terutama bagi mereka yang menggunakan lensa kontak, miopia tinggi, atau memiliki riwayat diabetes.
  3. Perluasan layanan pemeriksaan mata di fasilitas kesehatan primer dan di daerah yang kurang terlayani.
  4. Penggunaan teknologi dan data besar untuk memantau tren dan prediksi kasus glaukoma, agar intervensi dapat dirancang lebih proaktif.
  5. Kebijakan kesehatan yang mendukung pembiayaan pemeriksaan dan terapi glaucoma agar tidak memberatkan pasien.

 

Kesimpulan

Meningkatnya kasus glaukoma di usia muda di Indonesia menjadi peringatan bahwa glaukoma bukan lagi “penyakit orang tua” saja. Dengan deteksi dini, pemeriksaan rutin, dan kesadaran masyarakat, kerusakan yang lebih parah dapat dicegah. Waktu dan tindakan yang tepat sangat menentukan apakah penglihatan dapat dipertahankan.

 

Sumber Referensi

  1. Profil Pasien Glaukoma Juvenil di Poliklinik Mata RS Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017-2020, Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia.
  2. Perbedaan Tekanan Intraokular (TIO) Penderita Miopia Usia Dewasa Muda dan Dewasa Tua, penelitian dari UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) dan Klinik Kebumen Eye Centre.
  3. Tren Kasus dan Pembiayaan Glaukoma Tahun 2015-2023 Berdasarkan Data Jaminan Kesehatan Nasional.
  4. Kenali Gejala serta Tips Mencegah Glaukoma di Usia Muda, artikel dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
  5. Berita dan publikasi dari JEC Eye Hospitals & Clinics tentang prevalensi glaukoma, edukasi, dan kunjungan pasien glaukoma di Indonesia.