
Meningkatnya Kasus Glaukoma di Usia Muda: Sebuah Perhatian Serius
Jakarta, 2025 — Glaukoma, yang sering dianggap penyakit mata lansia, kini semakin banyak dijumpai pada usia muda di Indonesia. Beberapa penelitian lokal dan laporan kesehatan menunjukkan tren peningkatan kasus glaukoma dalam rentang usia yang sebelumnya tidak terlalu dianggap berisiko, seperti di bawah 40 tahun. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan dokter spesialis mata dan masyarakat agar deteksi dini diperluas dan kesadaran ditingkatkan.
Apa Itu Glaukoma dan Mengapa Usia Muda Terdampak
Glaukoma adalah penyakit mata yang merusak saraf optik, biasanya akibat tekanan intraokular tinggi. Kerusakan ini dapat berlangsung secara perlahan dengan gejala yang minim pada awalnya, sehingga disebut "si pencuri penglihatan". Jika tidak ditangani, glaukoma dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen atau kebutaan.
Meski glaukoma lebih sering muncul setelah usia 40 tahun, jenis?jenis seperti glaukoma juvenil sudah mulai muncul di usia lebih muda, antara 4 hingga 35 tahun, dalam beberapa studi. Faktor risiko pada usia muda meliputi miopia derajat tinggi, riwayat keluarga glaukoma, kondisi sistemik seperti diabetes, penggunaan obat tertentu (misalnya steroid), serta anatomi mata yang mempermudah meningkatnya tekanan bola mata.
Data dan Tren Kasus di Indonesia
Beberapa studi dan data menunjukkan bukti bahwa glaukoma pada usia muda bukan lagi hal langka:
Tantangan: Deteksi Dini dan Kurangnya Gejala
Salah satu masalah utama dalam menangani glaukoma di usia muda adalah kurangnya gejala yang jelas pada awal penyakit. Banyak pasien muda tidak menyadari ada sesuatu yang salah karena penglihatan mereka masih cukup baik untuk aktivitas harian. Ketika gejala muncul — seperti penglihatan pinggir (periferal) yang menyempit atau penglihatan kabur — kerusakan saraf optik sudah mungkin cukup parah.
Deteksi biasanya membutuhkan profesional mata melakukan pemeriksaan tekanan intraokular, pemeriksaan sudut bilik mata, evaluasi lapang pandang, dan pemeriksaan saraf optik. Namun, akses ke layanan tersebut tidak merata, terutama di daerah terpencil atau bagi mereka yang belum rutin memeriksakan mata.
Implikasi dan Solusi yang Diperlukan
Jika tren ini terus berlanjut, semakin banyak orang muda akan terkena dampak glaukoma — bukan hanya kehilangan penglihatan, tetapi juga kerugian produktivitas dan biaya pengobatan yang signifikan.
Beberapa langkah yang disarankan:
Kesimpulan
Meningkatnya kasus glaukoma di usia muda di Indonesia menjadi peringatan bahwa glaukoma bukan lagi “penyakit orang tua” saja. Dengan deteksi dini, pemeriksaan rutin, dan kesadaran masyarakat, kerusakan yang lebih parah dapat dicegah. Waktu dan tindakan yang tepat sangat menentukan apakah penglihatan dapat dipertahankan.
Sumber Referensi